Dulu maling, sekarang main banning?

Monday, September 15, 2008

Akhirnya tak tahan juga para pekerja seni musik Malaysia dengan 'dicabulinya' (ini istilah mereka sendiri) musik mereka oleh musik-musik Indonesia yang membanjiri radio, acara-acara musik di TV (lewat artis lokal yang membawakannya) dan juga di pesta musik live selama ini. Boleh dibilang di semua bidang musik Malaysia hancur lebam, babak belur, keok dan nggak bangun-bangun lagi...

Adalah wajar kalau banyak pemusik dan penyanyi Malaysia yang kemudian fed-up dan 'cupet' pikirannya karena sukar sekali cari makan dari kerja seni mereka. Ini kemudian menyulut ke rasa envy dan benci tapi rindu terhadap lagu-lagu 'Indon'... Di depan mereka mengecam dominasi lagu 'seberang', di tempat lain mereka justru dengan suka cita membawakannya di acara-acara musik live maupun di TV.

Tapi beda dengan insting setiap hewan yang terpojok yang akan melawan penyerangnya dengan segenap kekuatan yang tersisa, 'hewan' yang satu ini sangat pengecut dan lebih suka meminta perlindungan dari yang berwenang dalam bentuk proteksi

Usulan terkini yang berupa petisi dari para karyawan musik Malaysia ini menginginkan dibentuknya akta untuk membatasi penyiaran lagu-lagu asing (baca: Indonesia, karena emang ini sasaran utamanya) hanya 10% dari airtime lagu-lagu yang ada di stasiun radio swasta. Jadi mereka minta diberi 90% airtime buat lagu-lagu mereka... nggak peduli ada pendengar apa nggak atau para pendengar bakal suka apa nggak.... Lebih jauh lagi, mereka nggak perlu mikir kalo radio-radio tsb nggak punya pendengar apakah mereka bakal dapat income dari iklan apa nggak... So senseless deh pokoknya...

Berita ini keliatannya tidak cukup menarik untuk ditampilkan media mainstream di Malaysia seperti the Star, NST atau diperdebatkan di TV... menunjukkan kepengecutan yang lebih-lebih lagi dari pencetus petisi ini... mungkin diharapkan biar masyarakat Malaysia nggak sadar nantinya lagu-lagu seberang akan hilang pelan-pelan dan tergantikan lagu-lagu lokal.... Untungnya masih ada media alternatif dan blogs di internet... pro kontra di masyarakat lokal cukup seru mengenai hal ini -- mayoritas lebih tulus mengakui emang lagu-lagu Indonesia lebih bagus jadi otomatis orang lebih suka dengerinnya...

Para pendukung 90:10 ini mungkin melihat keberhasilan proteksi mobil nasional mereka dan melihat terobosan yang sama bisa diterapkan untuk musik. Mereka tidak sadar bahwa karya seni berbeda dengan materi seperti alat transportasi. Menikmati ciptaan Melly nggak akan bisa digantikan oleh sakit telinganya mendengarkan lagu-lagu cengeng lokal. Mendendangkan lagu Samsons atau Peterpan nggak sama rasanya dengan terpaksa disodori lagu-lagu grup-grup 'fales' dan kagetan dari tempatan. Bernostalgia dengan lagu-lagu Bimbo tentunya sukar diubah dengan mencoba menjiwai karya M Nasir, meski wajah pak Nasir dan Syam Bimbo udah mirip... :-) Jangan ditanya kalau terus-terusan disuruh mendengarkan 'rock legend' Amy Search yang mendayu-dayu nggak bermutu karena udah terbiasa dengan karya besar God Bless, Rollies, AKA, Koes Plus, dll.

Lebih dibatasi suatu karya seni, akan lebih menarik daya tariknya buat penikmat.

Industri musik di Malaysia juga bukan industri embryo yang perlu dilindungi dari persaingan karena belum siapnya fasilitas produksi, distribusi, dll serta belum established nya consumer base nya.

Yang perlu para pekerja musik Malaysia sadari dan akui adalah dalam soal kualitas mereka masih kedodoran. Atau kalau nggak dibilang teruk, ya musik mereka, termasuk para artiste nya, nggak tahu selera pasar atau so out of touch with reality. Nggak heran kalo para pendengar lokal lebih suka dengan lagu-lagu Indonesia yang akrab, dengan nada yang enak dinikmati dan lirik yang lebih membumi tapi tak cengeng. Didukung pula dengan gaya yang nggak norak dan lebih mengarah ke trend setting, dan bukannya 'trend kebanting'.

Introspeksi, mawas diri, dan tingkatkan kualitas, kalo perlu kerjasama lebih sering dengan musisi, komposer dan stylists Indonesia seperti dilakukan Siti dan Sheila, pelan tapi pasti akan mendongkrak mutu musik Malaysia. Pada gilirannya musik tempatan akan mendapat ruang di hati penikmat lokal, radio airtime yang sepadan serta -- who knows -- mungkin kembali status sebagai tuan rumah di negeri sendiri.

Sebaliknya dengan restriksi dan proteksi malah akan makin kental asumsi di negeri seberang bahwa pemusik Malaysia kalo nggak mampu maling (remember 'Rasa Sayange'...) pasti akan main banning...

Posted by sekarmirah at 11:15 AM 0 comments  

Anugerah Planet Muzik = Feel-Good Award?

Monday, April 21, 2008

Anugerah Planet Muzik (APM) 2008 yang diselenggarakan di KL barusan kelar. Sesuai dugaan, kebanyakan pemenang adalah dari Malaysia. Indonesia hanya kebagian 4 awards untuk Gigi dan Kris Dayanti, masih lebih bagus daripada Singapura yang cuma nyabet 1 award buat lilo-lilo saja. Malaysia merajai dengan 9 awards. List lengkapnya ada di blognya Encik Amir ini.

Anugerah ini katanya inisiatifnya datang dari Singapura untuk menyatukan para musisi lagu-lagu berbahasa Malay-based. Meski tahun ini udah masuk tahun ke 8, coba deh tanya ke teman-teman di Indonesia apakah mereka pernah dengar atau care dengan anugerah popularitas MalaySingIndo ini nggak? Dijamin hanya capek nanya dan njelasinnya nantinya... Kalau nyari yang aware aja susah, gimana mau expect banyak yang mau voting untuk penyanyi atau lagu-lagu Indonesia yang masuk nominasi?

So, akhirnya ya jelas-jelas karya atau penyanyi Malaysia dan Singapura lah yang muncul sebagai pemenang mayoritas sepanjang 8 tahun ini berkat para fans mereka yang superzealous. Yakin deh deep in the bottom of their hearts mereka ini sebenarnya mensyukuri ketidakterkenalan anugerah ini di Indonesia. Coba kalau sampai anugerah ini punya nama di tanah air... jumlah penduduk Indonesia aja bukan tandingan Malaysia dan Singapura combined... jelas mereka akan vote for artis lokal spt Peterpan, Gigi, Kris D, Rossa, Dewa, Ungu, Samsons, Matta, Iwan Fals, Gita Gutawa, Nidji, dan masih banyak lagi.... Bukan hanya karena nasionalisme, tapi memang dari segi kualitas mereka memang sangat bagus... Paling banter ada beberapa dari kita yang akan 'berkhianat' voting buat Siti Nurhaliza atau.......... hmmm..... wait.... siapa lagi ya.... kok jarang ada penyanyi Malaysia atau Singapura yang ngetop di Indonesia?

Search.....? Penyanyi rock yang cengeng dan complainer itu? No way!
Mawi yang diagung-agungkan di sini? ......Siapa dia? Kalaupun dia nyanyi lagunya Melly pun takutnya malah bakalan bikin Melly bunuh diri... he he he...
Faizal Tahir? Who????
Estranged? Hanya itu aja bisanya?

Sementara begitu banyak penyanyi Indonesia yang menguasai pasar dan digemari para muda-mudi Malaysia dan juga Singapura. Radio dan TV Malaysia dikuasai musik Indonesia sampai Amy Search frustasi dan protes. Setiap tampilan penyanyi Malaysia di TV juga kebanyakan membawakan lagu Indonesia. Pergi kemana pun di mall-mall sampai pasar-pasar juga serasa berada di blok M atau Mangga Dua.

So, APM clearly doesn't tell the truth at all about the winners of their categories. Jangankan award untuk yang 'BEST artists', untuk dikategorikan sebagai popularity awards pun juga tak layak...

Untungnya para fans di Indonesia nggak begitu care kalau rekan mereka di Malaysia atau Singapura bangga artis mereka menyabet mayoritas awards dan mengalahkan para penyanyi Indonesia yang lebih mereka nikmati lagu-lagunya..... Sukurlah fans di Indonesia bisa menghargai patriotisme rekan mereka di Malaysia dan Singapura yang bisa membedakan antara apa yang mereka sukai dengan nasionalisme mereka.... what you listen is not necessarily what you will vote for... Alhamdulillah fans di Indonesia bisa berbesar hati untuk sekali-kali ngemong kolega mereka di Malaysia dan Singapura...

Kita semua sadar kok kalau feeling good itu perlu.... maka jadilah APM sebagai feel-good awards semata...

Sampai jumpa di APM 2009 tahun depan dengan hasil serupa....!

Posted by sekarmirah at 1:36 AM 1 comments  

Sympathy for A Crime?

Friday, April 18, 2008

Suratkabar Malaysia selama ini lebih dikenal sebagai simpatisan partai yang berkuasa, Barisan Nasional. Itu sah-sah saja dan bias menjadi tak terhindarkan karenanya. Itu juga masih umum dan bisa diterima. Orang tinggal memilih tidak membeli dan membacanya bila tak suka.

Tapi sukar sekali menerima bias yang cenderung menuju simpati ke suatu kejahatan. Coba baca cuplikan berita dari New Strait Times Senin kemarin di bawah ini:


Ceritanya, ibu assemblywoman yang sial ini kerampokan 2 kali dalam 2 minggu. Bedanya yang pertama kali dia dan keluarganya sempat dikasari oleh para perampok, sementara yang kedua kalinya para perampok, meski juga berparang, lebih 'pengertian'..... Nah, karena lima perampok terakhir ini nggak kasar dan 'penuh pengertian' maka si ibu ini berkesimpulan bahwa mereka adalah orang-orang lokal, bukannya gang Indonesia yang katanya suka menggerayangi rumah-rumah orang-orang kaya di daerah Kuching ini....

Si ibu yang notabene pejabat dan tentunya berpendidikan ini mengambil kesimpulan demikian bukan dari suara, logat, atau sosok para perampok, tapi keliatannya dari somewhere in her mindset yang sudah corrupted oleh stereotypes yang ada selama ini, yang kebanyakan juga driven by the media...

Dalam hal ini NST took for granted pendapat si ibu. Pembaca awam akan makin menelan mentah-mentah apa yang dipaparkan NST dan stereotypes ini akan makin kental....

So next time ada penjahat yang kasar pastilah itu orang Indonesia.... Sementara penjahat yang 'baik hati' tentulah orang lokal....

Sejak kapan sih ada kejahatan yang penuh pengertian kalau nggak di negara ini?

Posted by sekarmirah at 5:39 PM 1 comments  

Demonstrasi = Perhimpunan Haram

Monday, November 12, 2007

Kelihatannya para petinggi Malaysia cukup jeli mengantisipasi geliat gelombang protes beberapa pihak terhadap proses demokrasi di dalam negeri. Mereka belajar banyak dari jatuhnya Suharto dengan Golkarnya yang super kuat di masa itu. Mereka tidak ingin UMNO mengalami hal yang sama.

Setelah kejadian di Terengganu beberapa waktu lalu, contoh yang paling nyata adalah reaksi pemerintah terhadap demonstrasi massa besar-besaran yang dinamakan Gelombang Kuning Sabtu lalu. Demonstrasi yang diadakan oleh koalisi Bersih (Coalition for Clean and Fair Election) dari 67 kelompok massa belum apa-apa sudah dicap sebagai menentang undang-undang. Kepala Polis pun dengan sigap menyatakan para peserta demo ini bisa ditahan. Media massa juga tak kalah senangnya mengamini para petinggi dengan menghadirkan berita yang minimal untuk mengkover aksi, itu pun terutama tentang dampaknya yang membuat macet terutama di tengah kota dan juga tentang persepsi negatif yang diakibatkan oleh aksi ini menurut salah satu petinggi... tak ada media yang mengulas lebih dalam mengenai tujuan yang ingin dicapai oleh aksi ini dengan cara mewancarai para pendukung atau penggeraknya misalnya. TV 1 setiap hari berulang kali mem-brainwash masyarakat dengan kampanye bahwa 'Demonstrasi selalu berakhir dengan keganasan' diiringi dengan video clips dari berbagai demonstrasi yang terjadi di dunia.

Hari Sabtu dan sebelumnya masih ada media yang menggunakan kata 'demonstration' untuk pemberitaan mereka, tapi praktis sejak Minggu tak ada istilah itu lagi. Penggantinya adalah 'perhimpunan haram' di media berbahasa Melayu dan 'illegal assemby/gathering/march' di media berbahasa Inggris. Penggunaan kata 'haram' atau 'illegal' secara sengaja telah mengarahkan publik untuk mempercayai apa yang dibilang oleh pemerintah. Ini hanya memperkuat citra mandul media lokal di sini yang sudah lama menjadi corong pemerintah tanpa tedeng aling-aling dan kehilangan kenetralan mereka. Kita cukup membaca beberapa tajuk utama di beberapa media untuk menyimpulkan bahwa mereka tidak beda dengan government newsletters saja. Hanya puja-puji di sana sini untuk liputan tentang program dan kinerja pemerintah maupun segala hal tentang individu para petinggi.

Lepas aksi yang berakhir dengan gas air mata itu pun media pun dengan suka cita mewartakan bahwa para demonstran (atau 'para peserta perhimpunan haram' menurut mereka...) bertindak agresif sehingga polisi terpaksa menggunakan semprotan air dan gas air mata. Mereka tidak mengecek ulang kebenaran yang disampaikan Al Jazeera bahwa polisi menggunakan kekerasan.

Makin lama makin kelihatan warna asli pemerintah yang berkuasa. Pak Lah yang tampaknya cukup tenang selama ini mulai bersikap keras dengan statement nya bahwa 'Saya tidak ingin dicabar (ditantang)' dan bahwa perhimpunan haram kemarin ini mencoba menyeret Kerajaan (Yang Dipertuan Agung) ke dalam politik.

Yang kelihatan jelas dari perbedaan antara demonstrasi yang dilakukan di Malaysia dan di negara-negara lain yang dampaknya terasa terhadap pemerintah yang berkuasa adalah absennya para mahasiswa dari aksi politik di sini. Entah apakah para calon intelektual dan pemimpin ini terlalu sibuk dengan urusan kampus, tak ada nyali, tak peduli dengan kondisi sosial politik dalam negeri atau terbuai dengan kemudahan yang diberikan pemerintah dalam bentuk beasiswa dll.

Sampai para mahasiswa terbangun dari tidurnya dan media berani menyuarakan kebenaran barulah aksi-aksi politik seperti ini akan menemukan taringnya yang selama ini diberangus pemerintah.

Posted by sekarmirah at 4:45 AM 0 comments  

Jangan Usik Keris dan Wayangku...!

Wednesday, November 7, 2007

Aku masih penasaran dengan cara mempatenkan budaya suatu negara, baik itu lagu daerah, makanan, tarian, alat musik, senjata, pakaian, dll.... Masak sih semua negara mesti repot-repot mendaftarkannya untuk melindungi diri dari dicolong tetangga maupun bukan tetangga? Caranya gimana sih dan biro paten mana yang paling ok untuk mendapatkan pengakuan global....?

Berjam-jam aku habiskan di medan maya untuk mendapatkan informasi tsb tapi masih juga nihil hasilnya... Tapi hikmahnya adalah aku pun tidak berhasil menemukan rujukan resmi mengenai klaim orang-orang selama ini bahwa beberapa hasil budaya kita udah dipatenkan negara-negara lain, misalnya tempe oleh Jepang, batik Parang Rusak oleh Malaysia, dll.... So, hanya rumorkah itu semuanya? Mudah-mudahan.....

Dan alhamdulillah ada kabar gembira dari hasil jerih payahku kali ini... Di tengah hangatnya isu pencurian budaya belakangan ini, aku lega karena at least 2 hasil budaya luhur bangsa Indonesia tak akan bisa diambil sakkarepe dhewe oleh siapa pun juga... Keduanya adalah keris dan wayang....

Aku baru tahu kalau sejak 1997 sampai 2005 Unesco telah memproklamasikan yang namanya Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity sebanyak 90 budaya luhur dari seluruh dunia. Terbanyak berasal dari Asia Pacific sejumlah 30 warisan budaya, termasuk keris dan wayang tersebut.

Untuk definisi apa itu cultural heritage bisa dibaca di sini. Dan ini adalah list ke 90 warisan budaya luhur ini.

Many huge thumbs up buat semua pihak yang bersusah payah mengantar keduanya menerima pengakuan dunia ini. PEPADI dan ISI termasuk kontributor utama untuk riset wayang, sedangkan pakar keris Ir Haryono Haryoguritno memimpin riset pustaka dan lapangan untuk melengkapi data mengenai keris yang diajukan ke Unesco. Berkat jasa mereka kita tak perlu lagi kuatir tiba-tiba ada yang mengklaim wayang dan keris sebagai milik atau berasal dari negara lain.

Mudah-mudahan warisan budaya kita lainnya segera menyusul...

Posted by sekarmirah at 7:40 PM 0 comments  

Para Pedagang Sate Indonesia, Bersatulah!

Tuesday, November 6, 2007

Para pedagang sate Madura, Padang, Blora, Tegal dan lain daerah di Indonesia.... bersatulah...! Setelah mencoba mencuri lagu Rasa Sayange dan Jali-Jali, kini Malaysia benar-benar mulai merambah ke sektor makanan seperti yang aku indikasikan bulan lalu , mencoba mengklaim sate sebagai makanan eksklusif dan asli punya mereka.

clipped from thestar.com.my


Singaporeans, for instance, have promoted teh tarik and chilli crabs as among their main food attractions, said Mohd Rosly Selamat, chief operating officer of Pempena Sdn Bhd which is wholly owned by Tourism Malaysia.


“Malaysians, for instance, should make satay known to the world before other countries claim it as theirs,” he said at the launch of the one-day Malaysia Truly Asia Cuisine Showcase, held in conjunction with the Malaysia International Gourmet Festival (MIGF) from tomorrow till Nov 30.

blog it

Semua orang juga tahu kalau banyak negara yang punya versi yang beda-beda tentang sate... dan nggak ada yang tega mengklaim sebagai pemilik sejati. Baca wiki ini untuk sejarah singkat sate... Begitu banyak macam sate Indonesia disebutin situ tapi kita nggak seekstrem encik tetangga kita ini (yang btw hanya punya Sate Kajang untuk mereka banggakan...) untuk mengklaim bulat-bulat bahwa sate asalnya dari Indonesia... Atau kita yang terlalu lemah ya selama ini?

Posted by sekarmirah at 8:28 PM 0 comments  

Siapa Berani Hire Indian Maids?

Friday, October 19, 2007

Berita pagi ini cukup mengesankan dan pasti akan membuat para majikan Malaysia geleng-geleng kepala: "Costly to hire Indian maids". Bereaksi terhadap dibukanya 'keran impor' PRT dari India, Nepal, Laos dan Vietnam setelah turunnya jumlah PRT dari Indonesia, Indian High Commission (ekuivalen dengan konsuler) menetapkan gaji minimum untuk PRT dari India sebesar RM 1400... itu minimum lho, belum lagi ditambah persyaratan lainnya seperti deposit sejumlah RM 9000, asuransi sudden death RM 20.000, prepaid mobile phone dan nggak boleh pakai agen -- employer harus datang ke India dan hire langsung dari sana tanpa bantuan siapa pun kecuali Indian High Commission yang mengatur kontraknya...

Coba bandingkan dengan yang diterima PRT asal Indonesia --- RM 400 saja, itupun banyak yang terima kurang dari itu... Seringkali gaji ditahan majikan mereka sampai mereka selesai kontrak... Dalam banyak kasus gaji 6 bulan pertama hanya untuk membayar agen alias mereka digratisin selama setengah tahun... Belum lagi kerja yang mesti mereka lakukan long hours tanpa mengindahkan peraturan resmi dari pemerintah sini... tak ada cuti, sering tak diperbolehkan komunikasi dengan teman-teman mereka sekalipun yang bersebelahan. Tak terhitung lagi siksaan mental dan fisik yang mesti mereka tahan...

Mestinya para majikan ini 'mensyukuri' apa yang sudah mereka dapat... bayar gaji PRT Indonesia murah meriah dan non stop lagi kerjanya nggak pernah berani mengeluh atau melawan... But I doubt it kalau liat watak mereka...

Salut kepada pemerintah India yang pasang badan melindungi warganya yang rela bekerja kasar di luar negera... Kenapa pemerintah kita nggak bisa ya? Malah menindak agen-agen TKI yang nggak beres kerjanya pun juga nggak becus... Memberantas pemerasan TKI di bandara Cengkareng pun hanya berhasil pas ada sidak (yang bukan mendadak karena semua orang udah tahu....)... Bereaksi terhadap penyiksaan serta kekerasan terhadap TKI pun terkesan ogah-ogahan... Sampai kapan ya...???? &%6^#@*!^@#,,,.....

Posted by sekarmirah at 1:27 AM 1 comments